Saksi Sidang Dinas PMD Lampung Utara Sebut Oknum APH Terima Honor Tidak Resmi 7,5 juta
BANYUWULU.COM- Bandarlampung.Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Lampung Utara kembali menghadirkan empat orang saksi dalam perkara sidang lanjutan dugaan gratifikasi yang melibatkan mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Lampung Utara dan tiga orang tersangka lainnya.
Empat saksi yang hadir tersebut diantaranya tiga orang dari BKAD masing-masing desa di Kabupaten Lampung Utara bernama Joni, Tobing, san Guntop, serta satu orang Asisten I Kabuoaten Lampung Tengah bernama Mankodri.
Keempat saksi tersebut ditanyai terkait program Bimtek Kepala Desa Tahun 2021. Dalam keterangannya, saksi Joni mengungkapkan bahwa untuk pendaftaran peserta Bimtej yang diikuti oleh Kepala Desa diminta pembayaran sebesar Rp10 juta.
Ia mengatakan untuk pembicara dalam kegiatan tersebut diantaranya Aparat Penegak Hukum (APH) dari kepolisian dan kejaksaan.
“Ada kepolisian dan kejaksaan,” katanya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandarlampung, Kamis.
Saksi lainnya, Mankodri yang merupakan Asisten I Pemerintah Daerah (Pemda) Lampung Utara mengungkapkan bahwa dirinya juga turut mebghadiri kegiatan diundang mewakili Bupati Lampung Utara.
“Iya, saya hadir mewakili Pak Bupati. Saya terima dari Pak Bupati melalui protokol,” kata dia.
Dirinya juga mengaku bahwa selain ia hadir juga pembicara seperti kepolisian dan kejaksaan.
Penasihat hukum terdakwa Abdurahman, Ginda Ansori Wayka membenarkan bahwa biaya untuk Bimtek berfariasi ada yang Rp7,5 juta hingga Rp10 juta. Namun, katanya, yang muncul dari BAP justru semua rata-rata Rp7,5 juta.
“Ke mana kelebihannya, padahal itu dana negara APBDesa. Jadi secara tidak langsung BKAD dan Apdesi juga secara bersama-sama melakukan ini,” katanya.
Dalam program Bimtek tersebut, ia sempat mempertanyakan kepada saksi dari Asisten I perihal apakah mengetahui ada oknum-oknum lainnya yang menerima honor dengan sumber tidak resmi.
“Dia mengetahui bahwa ada APH dari kejaksaan dan kepolisian hadir. Bahkan klien kita juga mengungkapkan bahwa APH diberikan honor masing-masing Rp7,5 juta,” kata dia.
“Semuanya tidak ada tanda terima baik dan kejujuran lah yang kita harapkan dalam persidangan ini. Pada intinya berdasarkan Kemendagri No82 Tahun 2015 tentang lengangkatan dan lemberhentian kempala desa dan di pasal 6 dan 7 fijelaskan bahwa Pemda boleh menganggatkan APBDnya terkait dengan oembinaan kepala desa, bamun dalam konteks Lamlung utara tidak ada dananya tetaoi dianggatkan juga di APBDesa dan itu di pasal 7 hya. Oleh karena itu jika kita bicara gratifikasinya maka dari mana daj itu sebenarnya tidak ada karena Pemdanya sendiri tidak mengangarkan,” kata dia lagi.
Diketahui, kasus dugaan gratifikasi di Dinas PMD Lampung Utara menjadi sorotan Jaksa Agung. Hal ini setelah rapat dengar pendapat (RDP) Kejaksaan Agung dengan Komisi III DPR RI.
Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan saat itu memberitahu kepada Jaksa Agung mengenai penanganan perkara tersebut dalam rapat kerja Komisi III DPR RI dengan Jaksa Agung, Kamis 16 November 2023 lalu.
Arteria Dahlan saat RDP tersebut mengungkapkan bahwa Kajati Lampung, Nanang Sigit Yulianto diduga inkonsisten atas penegakan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku jaksa yang diduga dilakukan oleh oknum jaksa di Kejaksaan Negeri Lampung Utara.(Ida/rls)